Rabu, 27 November 2013

Antara Park Yoo Chun dan Mizhael

Kata orangtua dulu, supaya anak yang kita lahirkan tampan atau cantik, saat hamilnya harus lihat gambar-gambar artis yang menarik. Kebetulan saya penyuka drama korea dan salah satu favorit saya, khususnya saat hamil anak kedua adalah Park Yoochun. Bintang yang satu ini sangat mempesona di drama Rooftop Prince. Setiap kali nonton drama ini seraya mengelus-elus perut, mudah-mudahan mirip.. (hahaha niat banget!)

Akhirnya si bayi lahir juga. Penasaran saya bandingkan foto mereka saat bayi. Fotonya Park Yoochun tentu saja saya dapat dari internet.... dan belum operasi plastik kali yah..??
Kira-kira mirip gak ya???




Nah...sepertinya mata dan hidung mirip tuh.. tapi  cakep yang mana yah?? Tentu saja saya sebagai mamanya Mizhael menilai yang paling cakep, lucu, imut, unyu-unyu itu adalah bayi Mizhael.... hahahha
 


Tentang Opa

Akhirnya opa (panggilan kami kepada beliau) itu beristirahat selamanya, setelah sekian tahun menderita penyakit.
Melihat tubuhnya terbaring kaku di peti jenazah.. lembaran-lembaran masa lalu kembali terkuak. Kenangan bersama opa. Kami sebenarnya tidak cukup dekat, bahkan mungkin opa tidak mengingat nama saya.. tetapi kesan yang diberikan tertanam sangat dalam di ingatanku.
Opa beberapa kali mengajak kami ( saya dan teman-teman perawat) untuk melawat ke daerah-daerah yang terpencil. Dasarnya saya suka jalan, dengan senang hati menemani opa melawat. Membuat KKR, charity clinic tentu saja ramai-ramai dengan teman lain, sehingga opa tidak begitu mengingat nama saya. Tidak apalah...
Opa ini juga terkenal sangat murah hati.. mengadakan charity clinic atau pengobatan gratis dengan biaya sendiri. Opa juga memiliki banyak anak angkat yang berasal dari daerah yang tinggal di rumah opa dan disekolahkan. Opa juga seorang yang sabar dan tabah, merawat istrinya yang telah menderita stroke selama puluhan tahun dan hanya dapat duduk di kursi roda dengan kasih.
Seperti yang rasul Paulus  katakan dalam Filipi 1:21 "Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan,." Opa selama 85 tahun, hidup dalam dunia yang fana ini, menghadapi segala pergumulan hidup, berjalan tak henti  untuk mencari jiwa. Lelah.. tentu saja.
Dan ketika Tuhan berkata:"Saatnya untuk beristirahat", opa pun menutup matanya. Selamat beristirahat opa, sampai jumpa lagi saat maranatha..


Selasa, 19 November 2013

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stroke Hemoragik

Bab I
Pendahuluan


1.1. Definisi
      Pengertian Stroke/Gangguan Pembuluh Darah Otak (GPDO)/Cerebro Vascular Disease(CVD)/Cerebro Vascular Accident (CVA) merupakan suatu kondisi kehilangan fungsi otak secara mendadak yang diakibatkan oleh gangguan suplai darah ke bagian otak  (Smeltzer and Bare, 2002)
      Menurut WHO stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal atau global dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang mengakibatkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular 
       Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dan disebabkan oleh pendarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan karena adanya trauma kapitis melainkan disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah arteri, vena, kapiler. (wijaya,1992)

1.2. Etiologi
       Menurut Arif Mutaqin (2008) penyebab dari penyakit ini dibagi menurut  jenis stroke, yaitu:

1. Stroke Non Hemoragik, yaitu:

 a. Trombosis serebral, terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan   iskemik jaringan otak yang dapat menimbulkan odema dan kongesti di sekitarnya. Trombosis ini terjadi pada orangtua yang sedang tidur atau bangun tidur. Beberapa keadaan yang menyebabkan trombosis otak yaitu aterosklerosis hiperkoagulasi pada polisitemia, arteritis dan emboli.

b. Hipoksia umum. Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum seperti hipertensi yang parah, henti jantung paru, curah jantung turun akibat aritmia, dan hipoksia setempat. Penyebab lainnya seperti spasme arteri serebral yang disertai perdarahan sub araknoid, vasokonstriksi arteri otak disertai kepala migren.

2. Stroke Hemoragik

 Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subaraknoid atau ke dalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan menyebabkan infark, edema dan mungkin herniasi otak.

Brunner dan Suddarth (2000) mengatakan bahwa stroke terjadi oleh beberapa faktor resiko berikut ini:
1. Hipertensi (merupakan resiko utama)
2. Penyakit Kardiovaskuler
3. Kadar hematokrit tinggi
4. DM (peningkatan anterogenesis)
5. Pemakaian kontrasepsi oral
6. Penurunan tekanan darah berlebihan dalam jangka panjang
7. Obesitas, perokok, alkoholisme
8. Kadar estrogen yang tinggi
9. Usia > 35 tahun
10. Penyalahgunaan obat
11. Gangguan aliran darah otak sepintas
12. Hiperkolesterolemia
13. Infeksi
14. Kelainan pembuluh darah otak (karena genetik, infeksi dan ruda paksa)
15. Lansia
16. Penyakit paru menahun
17. Asam urat

1.3. Tanda dan Gejala
       Menurut Muttaqin (2008) tanda dan gejala pada stroke berbeda tergantung dari jenis stroke, yaitu:

1. Stroke hemoragik/perdarahan
    Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah  pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas namun bisa juga terjadi pada saat istirahat. Kesadaran pasien umunya menurun.
Perdarahan otak dibagi 2, yaitu:

a. Perdarahan intraserebral
    Pecahnya pembuluh darah terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK) yang terjadi cepat dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intra serebral yang disebabkan karena hipertensi sering dijumpai di putamen, talamus, pons dan serebelum.

b. Perdarahan Sub Araknnoid
    Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah dari sirkulasi Willis dan cabang-cabangnya yang terdapat di luar parenkim otak. Pecahnya arteri dan keluar ke ruang sub araknoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri dan vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal ( hemiparese, gangguan hemi sensorik, afasia, dan lain-lain). Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatan TIK yang mendadak menyebabkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran.
Perdarahan sub araknoid sering mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncak pada hari ke 5-9 dan dapat menghilang setelah minggu ke 2 sampai minggu ke 5. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan ke dalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang sub araknoid. Dari uraian diatas dibuat tabel sebagai berikut:



Tabel 1. Perbedaan perdarahan Intra Serebral (PIS) dan Perdarahan Sub Arachnoid (PSA)

Gejala
PIS
PSA
Timbulnya
Nyeri Kepala
Kesadaran
Kejang
Tanda rangsangan meningeal
Hemiparese
Gangguan saraf otak

Dalam 1 jam
Hebat
Menurun
Umum
+/-

++
+
1-2 menit
Sangat hebat
Menurun sementara
Sering fokal
+++

+/-
+++


Hudak dan Gallo (1996) mengatakan jika dilihat dari bagian hemisfer yang terkena maka tanda dan gejala yang terkena dapat berupa:
1. Stroke hemisfer kanan
    a. Hemiparese atau hemiplegi sebelah kiri tubuh
    b. Penilaian buruk
    c. Kelainan bidang visual kiri
    d. Memperlihatkan ketidaksadaran defisit pada bagian yang sakit oleh karenanya mempunyai kerentanan
        untuk jatuh dan cidera lain
2. Stroke hemisfer kiri
    a. Mengalami hemiparese atau hemiplegi kanan
    b. Perilaku lambat dan sangat hati-hati
    c. Kelainan bidang pandang sebelah kanan
    d. Disfagia global
    e. Afasia
    f. Mudah frustasi

1.4. Patofisiologi
      

Perdarahan intraserebral biasanya tImbul karena pecahnya mikroaneurisma (Berry aneurism) akibat hipertensi maligna. Hal ini paling sering terjadi di daerah subkortika, serebelum dan batang otak. Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteri berdiameter 100-400 mikrometer mengalami perubahan patologi pada dinding pembuluh darah tersebut berupa lipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Pada kebanyakan pasien, peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba menyebabkan rupturnya penetrating arteri yang kecil. Keluarnya darah dari pembuluh darah kecil membuat efek penekanan pada arteriole dan pembuluh kapiler yang akhirnya membuat pembuluh ini pecah juga. Hal ini mengakibatkan volume perdarahan semakin besar. (Caplan. 2000)
      Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron yang terkena darah dan sekitarnya lebih tertekan lagi. Gejala neurologik timbul karena ekstravasasi darah ke jaringan otak yang menyebabkan nekrosis.
      Comer (2005) mengatakan perdarahan subarachnoid  (PSA) terjadi akibat pembuluh darah disekitar permukaan otak pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang subaraknoid. Perdarahan subaraknoid umumnya disebabkan oleh rupturnya aneurisma sakular atau perdarahan dari intravenous malformation (AVM).

1.5. Diagnostik tes
      

Hudak dan Gallo  (1994) , Brunner and Suddarth (2000) mengatakan bahwa diagnosis stroke dapat ditegakkan berdasarkan riwayat dan keluhan utama pasien. Beberapa gejala/tanda yang mengarah kepada diagnose stroke antara lain: hemiparesis, gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak, diplopia, vertigo, afasia, disfagia, disatria, ataksia, kejang atau penurunan kesadaran yang keseluruhannya terjadi mendadak. Jonathan (2009) mengatakan  pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mendukung diagnosis stroke dan menyingkirkan diagnosis bandingnya, yaitu sebagai berikut:

1. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada penderita stroke adalah hitung darah lengkap, profil pembekuan darah, kadar elektrolit dan kadar serum glukosa.

2. CT scan non kontras
Pemeriksaan pencitraan juga diperlukan dalam diagnosis. Pencitraan otak  adalah langkah penting dalam evaluasi pasien dan harus didapatkan dalam basis kedaruratan. Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dari stroke iskemik. CT scan non kontras dapat mengidentifikasi secara virtual hematoma yang berdiameter lebih dari 1 cm.

3. MRI
MRI  telah terbukti dapat mengidentifikasi stroke lebih cepat dan lebih akurat daripada CT scan, terutama stroke iskemik. MRI dapat mengidentifikasi malformasi vascular yang mendasari atau lesi yang menyebabkan perdarahan.

4.EKG
EKG dilakukan untuk memonitor aktivitas jantung. Disritmia jantung dan iskemik miokard memiliki kelainan yang signifikan dengan stroke.


1.6. Penatalaksanaan Medis
       Secara umum Hudak dan Gallo (2000) mengatakan bahwa penatalaksanaan  pada pasien stroke adalah:
1. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan dapat dimobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil
2.  Bebaskan jalan napas dan pertahankan ventilasi yang adekuat , bila diperlukan oksigenisasi sesuai kebutuhan
3. Pantau tanda vital dan usahakan stabil
4. Istirahat di tempat tidur
5. Koreksi adanya hiperglikemi dan hipoglikemi
6. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
7. Kandung kemih yang penuh dikosongkan kalau perlu dikateterisasi
8. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid, hindari penggunaan glukosa murni atau hipotonik
9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction yang berlebih yang dapat meningkatkan TIK
10. Nutrisi peroral diberikan hanya bila fungsi menelan baik. Jika kesadaran menurun atau kesulitan menelan sebaikanya dipasang NGT
11. Penatalaksanaan spesifik berupa mengobati penyebab, pemberian neuroprotektan, tindakan pembedahan, menurunkan TIK yang meninggi.

Terapi khusus:
1. Pemberian neuroprotektan
    a. Piracetam: menstabilkan membran sel neuron, cara kerja dengan menaikkan cAMP ATP dan meningkatkan sintesis glikogen
    b. Nimodipin: golongan ca bloker yang merintangi masuknya Ca 2+ ke dalam sel.
    c. Citicholin: mencegah kerusakan sel-sel otak, cara kerja dengan menurunkan free fatty acid, menurunkan generasi radikal bebas dan biosintesa lesitin.
    d. Osmoterapi: menurunkan TIK dengan menurunkan volume cairan serebrospinal

2. Tindakan pembedahan


Tindakan ini bertujuan untuk menghentikan perdarahan dan sebisa mungkin untuk mengeluarkan darah yang terperangkap didalam. Dengan tindakan ini diharapkan dapat menghilangkan efek penekanan terhadap jaringan otak yang masih sehat


1.7. Fokus Pengkajian

Hudak & Gallo (1996) mengatakan bahwa pengkajian neurologis dimulai saat pertemuan pertama. Percakapan dengan pasien dan keluarga adalah sumber yang amat penting dari data yang dibutuhkan untuk mengevaluasi fungsi secara keseluruhan. Yang harus dikaji adalah riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik: 
A. Riwayat Kesehatan 
      Muttaqin (2008) mengatakan bahwa pengkajian pada stroke meliputi:
1.      Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnosa medis.
2.      Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
3.      Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
4.      Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
5.       Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus.
6.      Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
7.      Pola-pola fungsi kesehatan
a.       Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral.
b.      Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut.
c.       Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
d.       Pola aktivitas dan latihan
Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah
e.       Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot
f.        Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
g.       Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.

h.      Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/kekaburan pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir.
i.        Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.
j.        Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
k.      Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.

B. Pemeriksaan fisik
      1. Tingkat kesadaran
     Hudak dan Gallo (1996:160) mengatakan bahwa kualitas kesadaran pasien merupakan parameter yang paling mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan pasien dan respon terhadap lingkungan adalah indicator paling sensitive untuk disfungsi system persarafan. Beberapa system digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam keawasan dan keterjagaan seperti table dibawah ini.

Tabel 3. Metoda Tingkat Responsivitas
Terjaga : Normal
Sadar: dapat tidur lebih dari biasanya  atau sedikit bingung saat pertamakali terjaga
Letargi: mengantuk tetapi dapat mengikuti perintah sederhana ketika dirangsang
Stupor: Sangat sulit untuk dibangunkan, tidak konsisten dapat mengikuti perintah sederhana atau berbicara satu kata atau frase pendek
Semikomatosa: gerak bertujuan ketika dirangsang; tidak mengikuti perintah atau berbicara koheren
Koma: dapat berespon dengan postur secara reflek ketika distimulasi atau tidak berespon ketika distimulus.


Pada keadaan perawatan sesungguhnya dimana waktu untuk mengumpulkan data sangat terbatas, Skala koma Glasgow dapat memberikan jalan pintas yang sangat berguna.  


Tabel 4. Skala Koma Glasgow
Respon membuka mata
Nilai
Spontan
Terhadap bicara
Terhadap nyeri
Tidak ada respon
4
3
2
1
Respon Verbal
Nilai
Terorientasi
Percakapan yang membingungkan
Penggunaan kata-kata yang tidak sesuai
Suara menggumam
Tidak ada respon
5
4
3
2
1
Respon motorik
Nilai
Mengikuti perintah
Menunjuk tempat rangsangan
Menghindar dari stimulus
Fleksi abnormal (dekortikasi)
Ekstensi abnormal (deserebrasi)
Tidak ada respon
6
5
4
3
2
1
 


2.Gerakan, Kekuatan  dan koordinasi
Kelemahan otot merupakan tanda penting gangguan fungsi pada beberapa gangguan neurologis. Perawat dapat menilai kekuatan ekstremitas dengan memberikan tahanan pada berbagai otot, dengan  menggunakan otot perawat sendiri atau menggunakan gaya gravitasi. Hemiparese dan hemiplegia dalah gangguan fungsi unilateral yang diakibatkan oleh lesi kontralateral pada traktus kortikospinal.

Tabel 5. Skala peringkat untuk kekuatan otot
0= Tidak ada kontraksi otot
1= Ada tanda dari kontraksi
2= Bergerak tapi tak mampu menahan gaya gravitasi
3= Bergerak melawan gaya gravitasi tetapi tidak dapat melawan tahanan otot
      Pemeriksa
4= Bergerak dengan lemah terhadap tahanan dari otot pemeriksa
5= Kekuatan dan regangan yang normal.

1.      Reflek
      Reflek terjadi jika stimulasi sensori menimbulkan respon motorik. Kontrol serebri  dan kesadaran tidak dibutuhkan untuk terjadinya reflek. Reflek superficial dan reflek dalam dinilai pada sisi yang simetris dari tubuh dan dibandingkan dengan menunjuk pada kekuatan yang ditimbulkannya. Sebagai contoh adalah reflek plantar. Stimulus sensori diberikan dengan rabaan cepat pada pinggir luar telapak kaki dan menyilang dari tumit kaki dengan menggunakan benda tumpul seperti kunci atau spatel lidah. Respon motorik yang normal adalah ke bawah atau fleksi plantar jari-jari kaki. Respon abnormal(babinski) adalah ibu jari dorso fleksi atau gerakan ke atas ibu jari dengan atau tanpa melibatkan jari-jari kaki yang lain.
2.      Perubahan pupil
      Pupil harus dapat dinilai ukuran dan bentuknya (sebaiknya dibuat dalam millimeter). Suruh pasien  berfokus pada titik yang jauh dalam ruangan. Pemeriksa harus meletakkan ujung jari dari salah satu tangannya sejajar dengan hidung pasien. Arahkan cahaya yang terang ke dalam salah satu  mata dan perhatikan adanya konstriksi pupil yang cepat (respon langsung). Perhatikan bahwa pupil yang lain juga harus ikut konstriksi (respon konsensual). Anisokor (pupil yang tidak sama) dapat normal pada populasi yang presentasinya kecil atau mungkin menjadi indikasi adanya disfungsi neural.
3.      Tanda-tanda vital
      Tanda-tanda klasik dari peningkatan tekanan intra cranial  meliputi kenaikan tekanan sistolik dalam hubungan dengan tekanan nadi yang membesar, nadi lemah atau lambat dan pernapasan tidak teratur.
4.      Saraf Kranial
I = Olfaktorius, saraf cranial I berisi serabut sensorik untuk indera penghidu.  Mata pasien terpejam dan letakkan bahan-bahan aromatic dekat hidung untuk diidentifikasi.
II=Optikus, Akuitas visual kasar dinilai dengan menyuruh pasien membaca tulisan cetak. Kebutuhan akan kacamata sebelum pasien sakit harus diperhatikan.
III= Okulomotoris, IV= Troklear, VI= Abdusen. Saraf cranial ini dinilai secara bersamaan karena ketiganya mempersarafi otot ekstraokular. Saraf ini dinilai dengan menyuruh pasien untuk mengikuti gerakan jari pemeriksa ke segala arah.
V= Trigeminal. Saraf trigeminal mempunyai  3 bagian: optalmikus, maksilaris, dan madibularis. Bagian sensori dari saraf ini mengontrol sensori pada wajah dan kornea. Bagian motorik mengontrol otot mengunyah. Saraf ini secara parsial dinilai dengan menilai reflak kornea; jika itu baik pasien akan berkedip ketika kornea diusap kapas secara halus. Kemampuan untuk mengunyah dan mengatup rahang harus diamati.
VII= Fasial.Bagian sensori saraf ini berkenaan dengan pengecapan pada dua pertiga anterior lidah. Bagian motorik dari saraf ini mengontrol otot ekspresi wajah. Tipe yang paling umum dari paralisis fasial perifer adalah bell’s palsi.
VIII= Akustikus. Saraf ini dibagi menjdi cabang-cabang koklearis dan vestibular, yang secara berurutan mengontrol pendengaran dan keseimbangan. Saraf koklearis diperiksa dengan konduksi tulang dan udara. Saraf vestibular mungkin tidak diperiksa secara rutin namun perawat harus waspada, terhadap keluhan pusing atau vertigo dari pasien.
IX= Glosofaringeal; X= Vagus. Saraf cranial ini biasanya dinilai bersama-sama. Saraf Glosofaringeus mempersarafi serabut sensori pada sepertiga lidah bagian posterior juga uvula dan langit-langit lunak.Saraf vagus  mempersarafi laring, faring dan langit-langit lunak serta  memperlihatkan respon otonom pada jantung, lambung, paru-paru dan usus halus. Ketidak mampuan untuk batuk yang kuat, kesulitan menelan dan suara serak dapat merupakan pertanda adanya kerusakan saraf ini.
XI= Asesoris spinal. Saraf ini mengontrol otot-otot sternokliedomostoid dan otot trapesius. Pemeriksa menilai saraf ini dengan menyuruh pasien mengangkat bahu atau memutar kepala dari satu sisi ke sisi lain terhadap tahanan.
XII= Hipoglosus. Saraf ini mengontrol gerakan lidah. Saraf ini dinilai dengan menyuruh pasien menjulurkan lidah. Nilai adanya deviasi garis tengah, tremor dan atropi. Jika ada deviasi sekunder terhadap kerusakan saraf, maka akan mengarah pada sisi yang terjadi lesi.

1.8. Intervensi Keperawatan

        Menurut Doenges (2000) menjelaskan bahwa teori dari Abraham Maslow, meletakkan kebutuhan fisiologis sebagai kebutuhan yang paling dasar, rasa aman, mencintai dan dicintai, harga diri dan aktualisasi diri. Berikut ini disajikan rencana keperawatan berdasarkan masing-masing diagnosa yaitu sebagai berikut:

1.      Tidak efektifnya bersihan jalan napas b/d akumulasi sputum akibat penurunan tingkat kesadaran, penurunan kemampuan batuk, ketidakmampuan mengeluarkan sekret (Hudak dan Gallo, 1996: 210)
Tujuan: Patensi jalan napas dapat dipertahankan
Kriteria hasil:  Frekuensi pernapasan normal (16-20x/m), sputum dapat keluar
 Intervensi:
a      a. Monitor frekuensi dan kedalaman pernapasan.
     Rasional : Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal (umumnya mengikuti cedera otak) atau menandakan lokasi/luasnya keterlibatan otak. Pernapasan lambat, periode apnea dapat menandakan perlunya ventilasi mekanik. Peningkatan frekuensi pernafasan mengindikasikan kesulitan dalam pengiriman oksigen, dan penurunan frekuensi pernapasan mengidikasikan tanda akan terjadi kegagalan nafas (Meyer, 2004)

b. Monitor kemampuan gag reflex/ kemampuan menelan

       Rasional: Kemampuan mobilisasi atau membersihkan sekresi penting untuk pemeliharaan jalan napas. Kehilangan reflek menelan atau batuk menandakan perlunya jalan napas buatan atau intubasi. Jalan nasofarigeal lunak mungkin disarankan untuk mencegah stimulasi gag reflex, dibandingkan dengan jalan napas yang keras melalui orofaring yang dapat menyebabkan proses batuk berlebih yang dapat meningkatkan tekanan intrakranial (Comer, 2005:128)
 
c.      c.  Tinggikan kepala tempat tidur/ posisi fowler
Rasional : Posisi fowler/semi fowler memfasilitasi diafragma untuk mengembang dan mengempis, sehingga ekspansi paru atau ventilasi paru dan menurunkan kemungkinan lidah jatuh yang dapat menyumbat jalan napas. (Capernito, 2008)

d.       d. Ajarkan pasien napas efektif dalam jika pasien sadar.
Rasional : Membantu ekspansi paru supaya tidak terjadi atelektasis dan mengeluarkan sputum.

e.       e.Lakukan suction dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10-15 detik. Catat warna dan kekeruhan dari secret.
Rasional : Suction dibutuhkan jika pasien koma atau keadaan imobilisasi dan tidak dapat membersihkan jalan napas sendiri. Penghisapan pada trakea yang lebih dalam harus dilakukan dengan hati-hati karena hal tersebut dapat menyebabkan atau meningkatkan hipoksia yang dapat menimbulkan vasokontriksi sehingga suplai oksigen ke serebral akan mengalami gangguan (Meyer, 2008)

f.        f. Auskultasi suara paru, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara- suara tambahan yang tidak normal (seperti; ronchi, wheezing dll).
Rasional : Untuk emngidentifikasi adanya masalah paru seperti atelektasis, kongesti, atau obstruksi jala napas yang membahayakan oksigenasi serebral dan atau menunjukkan tanda adanya infeksi paru (merupakan komplikasi dari pasien yang imobilisasi lama).

g.       g. Kaji tanda-tanda sianosis tiap 4 jam (atau sesuai kondisi pasien).
Rasional : cicumoral cyanosis atau cyanosis pada ujung-ujung jari atau pada ujung hidung mengindikasikan hipoksia akibat kekurangan oksigen di jaringan perifer 


2.      Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral ( Brunner dan Suddarth, 2009)
Tujuan: Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara maksimal
Kriteria hasil:
Tingkat kesadaran komposmentis
Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan Intrakranial
Tanda vital stabil dalam batas normal (BP: 90/60-140/90 mmHg, HR 60-100x/m)
Tidak ada tanda deficit neurologis dan perburukan
Intervensi :
a.       Tentukan faktor penyebab penurunan perfusi serebral dan tanda peningkatan TIK
                  Rasional:  mempengaruhi  penetapan intervensi kerusakan/kemunduran tanda/gejala neurologi atau kegagalan memperbaiki setelah fase awalmemerlukan tindakan pembedahan atau pasien dipindahkan ke ruang  ICU.
b.      Tinggikan posisi kepala tempat tidur 30 derajat
Rasional: menurunkan tekanan arteri dan meningkatkan drainase serta meningkatkan sirkulasi/ perfusi serebral. Untuk mencegah peningkatan tekanan intrakranial.
c.       Monitor status neurologis  (tingkat kesadaran, reflek patologis dan fisiologis, pupil) secara berkala dan bandingkan dengan nilai normal.
Rasional: mengetahui kecenderungan penurunan kesadaran dan
potensial peningkatan TIK dan mengetahui luas serta lokasi dan kerusakan SSP. (Carpenito,2005)
d.      Monitor tanda-tanda vital
Rasional: Adanya penyumbatan  pada arteri subklavikula dapat
dinyatakan dengan adanya perbedaan tekanan darah pada kedua lengan.  Frekuensi dan irama jantung. Kemungkinan adanya bradikardi sebagai akibat adanya kerusakan otak. Ketidakteraturan pernapasan memberikan gambaran lokasi kerusakan serebral.
e.       Pertahankan suhu tubuh tetap normal
Rasional: peningkatan suhu tubuh dapat meningkatkan metabolisme
tubuh sehingga kebutuhan oksigen tubuh meningkat. Hal ini dapat
memperburuk gangguan serebral.
f.       Catat perubahan dalam penglihatan, seperti adanya kebutaan, penurunan lapang pandang bila pasien telah sadar.
Rasional: Gangguan penglihatan yang spesifik mencerminkan daerah
otak yang terkena, mengindikasikan keamanan yang harus mendapat
perhatian Dan mempengaruhi intervensi yang akan dilakukan. Pengkajian persepsi ini penting dilakukan, karena stroke dapat mengakibatkan disfungsi persepsi visual dan kehilangan sensori. Homonimus hemianopsia (kehilangan setengah lapang pandang) sisi yang terkena sama dengan sisi yang mengalami paralysis.
g.      Kolaborasi
1). Berikan oksigen
Rasional: Meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar, yang dapat
menurunkan hipoksia, dapat menyebabkan vasodilatasi serebral
sehingga kebutuhan serebral akan oksigen terpenuhi
2). Obat Stimulator otak/neuroprotektor
Rasional : meningkatkan nutrisi sel otak sehingga dapat menstimulasi
kerja otak.
3). Obat antihipertensi
Rasional : Captopril merupakan golongan anti hipertensi penghambat
enzim konversi angiotensin (ACE). Penghambat ACE mengurangi pembentukan angiotensin II sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron yang menyebabkan terjadinya ekskresi natrium dan air, serta retensi kalium. Akibatnya terjadi penurunan tekanan darah.
            4) Obat laxative (pelunak feses)
Rasional : mencegah proses mengejan selama defekasi yang dapat menimbulkan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial. Obat ini memberikan efek langsung pada mukosa usus dan menstimulasi peristaltik, hal ini akan meningkatkan sekresi air dan elektrolit menurunkan faktor penyebab, resiko perluasan kerusakan jaringan dan menurunkan TIK . (Stein, 2008:510)
5). Obat anti piretik
Rasional : Contohnya adalah Paracetamol  yang merupakan obat antiinflamasi non steroid, golongan diflunizal. Saat demam tubuh melepaskan zat pirogen endogen atau sitokin seperti interleukin 1 yang memacu pengeluaran prostaglandin di daerah preoptik hipotalamus. Paracetamol ini akan dapat menekan efek zat pirogen endogen dengan menghambat sintesis prostaglandin. (Aronson, 2009). Intervensi ini berlandaskan pada teori keperawatan  dimana kesembuhan pasien itu berdasarkan adanya kerjasama yang sinergis antara keperawatan dan tim kesehatan lain diantaranya adalah perawat, dokter  dan tim kesehatan yang lain.


3.       Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, paralysis (Diane, 2009)
Tujuan:  Mempertahankan posisi tubuh optimal
Kriteria hasil: tak ada kontraktur atau footdrop
Intervensi:
a.       a. Kaji kemampuan secara fungsional/ luasnya kerusakan  awal dengan cara yang teratur. Klasifikasikan menurut skala 0-4 
       Rasional: mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat memberikan informasi mengenai pemulihan. Bantu dalam pemilihan terhadap intervensi, sebab tehnik yang berbeda digunakan untuk paralisis spastic dengan flaksid.
 
b.      b. Ubah posisi (terlentang, miring) minimal setiap 2 jam
Rasional:  Menurunkan risiko terjadinya iskemik jaringan yang dapat menimbulkan dekubitus.
 
c.       c.Letakkan pada posisi telungkup 1-2 kali sehari bila pasien dapat mentoleransinya
Rasional: membantu mempertahankan ekstensi pinggul fungsional

d.      d. Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas . Anjurkan melakukan latihan seperti quadrisep/ gluteal, meremas bola karet, melebarkan jari-jari kaki.
Rasional: meminimalkan otot atropi, melancarkan sirkulasi,membantu mencegah kontraktur. Catatan:  stimulasi yang berulang dapat menjadi pencetus perdarahan berulang. (American Stroke Association, 2001)

e.       e. Sokong ekstremitas dalam posisi fungsionalnya, gunakan papan kaki (foot board) selama periode paralisis flaksid. Pertahankan posisi kepala netral.
      Rasional: mencegah kontraktur/ footdrop dan memfasilitasi kegunaannya jika berfungsi kembali.

f.      f.  Gunakan penyangga lengan ketika pasien berada dalam posisi tegak
Rasional: selama periode paralisis flaksid dapat ,menurunkan ‘subluksasio’ lengan dan sindrom  bahu-lengan
 
g.      g. Evaluasi penggunaan alat bantu untuk pengaturan posisi
Rasional: Kontraktur fleksi dapat terjadi Karena otot fleksor lebih kuat  dibandingkan otot ekstrensor
 
h.      h. Tempatkan bantal dibawah aksila untuk melakukan abduksi pada tangan
Rasional: mencegah adduksi bahu dan fleksi siku.
 
i.        i. Tinggikan tangan dan kepala
Rasional: meningkatkan aliran balik vena dan membantu mencegah terbentuknya edema

 
4.       Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan sirulasi serebral, kerusakan neuromuskuler, kehilangan tonus otot fasia/oral. (Comer, 2005)
Tujuan: Pasien akan dapat berkomunikasi dengan perawat dan keluarga.
Kriteria
hasil:
a. Pasien akan mengidentifikasi pemahaman tentang masalah komunikasi
b. Membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat diekspresikan  
c. Menggunakan  sumber-sumber dengan tepat.
Intervensi:

a. Kaji derajat disfungsi, seperti klien mengalami kesulitan berbicara atau  membuat pengertian sendiri.
Rasional : Membantu menentukan daerah atau derajat kerusakan serebral yang terjadi dan kesulitan pasien dalam beberapa atau seluruh tahap proses komunikasi.

b. Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik.
Rasional : Pasien mungkin kehilangan kemampuan untuk memantau ucapan yang keluar dan tidak menyadari bahwa komunikasi yang diucapkan tidak nyata. Umpan balik membantu pasien merealisasikan kenapa pemberi asuhan tidak mengerti atau berespon sesuai dan memberikan kesempatan untuk mengklarifikasi isi atau makna yang terkandung.

a.       c. Tunjukkan objek dan minta klien untuk menunjukkan nama dari objek tersebut.
Rasional : Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik (afasia motorik) seperti pasien mungkin mengenalinya tetapi tidak dapat menyebutkannya.

b.       d. Minta klien untuk menggucapkan suara sederhana seperti “Sh” atau “Pus”.
Rasional : Mengidentifikasi adanya disartria sesuai komponen motorik dari bicara (seperti : lidah, gerakan bibir, kontrol nafas) yang dapat mempengaruhi artikulasi.

c.       e. Minta klien untuk menulis nama atau kalimat pendek.
Rasional : Menilai kemampuan menulis (agrafia) dan kekurangan dalam membaca yang benar (aleksia) yang juga merupakan bagian dari afasia sensori dan afasia motorik.

d.      f. Bicara dengan nada normal dan hindari percakapan yang cepat. Berikan pasien jarak waktu untuk merespons. Bicaralah tanpa tekanan pada sebuah respons.
Rasional : Perawat tidak perlu merusak pendengaran dan meninggikan suara dapat menimbulkan pasien marah. Mefokuskan respons dapat mengakibatkan frustasi dan mungkin menyebabkan pasien terpaksa untuk bicara otomatis seperti : memutarbalikkan kata.

e.       g. Anjurkan kepada orang terdekat untuk tetap memelihara komunikasi
dengan klien.
Rasional : Mengurangi isolasi sosial pasien dan meningkatkan penciptaan komunikasi yang efektif.


5.      Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi sensori, trasmisi, integrasi (trauma neurologis). ( Comer, 2005)
Tujuan: Persepsi dan kesadaran pada lingkungan dapat dipertahankan
Kriteria hasil:
aa.    Evaluasi pasien akan mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi perceptual.
bb.      Mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterbatasan residual. 
cc. Mendemonstrasikan perilaku untuk mengkompensasikan terhadap hasil.

Intervensi :
aa. Kaji kesadaran sensorik seperti membedakan panas/dingin, tajam/tumpul.
Rasional : Penurunan kesadaran terhadap sensorik dan kerusakan perasaan kinetik berpengaruh buruk terhadap keseimbangan/posisi tubuh dan   kesesuaian dari gerakan yang menggangu ambulasi, meningkatkan resiko terjadinya trauma.

bb. Dekati pasien dari daerah penglihatan yang normal. Biarkan lampu menyala, letakkan banda dalam jangkauan lapang penglihatan yang normal. Tutup mata yang sakit jika perlu.
Rasional : Pemberian pengenalan terhadap adanya orang/benda dapat membantu masalah persepsi, mencegah pasien dari terkejut. Penutupan mata mungkin dapat menurunkan kebingungan karena adanya pandangan ganda. 

c.Ciptakan lingkungan yang sederhana, pindahkan perabotan yang membahayakan.
Rasional : Menurunkan/membatasi jumlah stimulasi penglihatan yang mungkin dapat menimbulkan kebingungan terhadap interprestasi lingkungan, menurunkan resiko terjadinya kecelakaan

d. Lindungi pasien dari suhu yang berlebih, kaji adanya lingkungan yang
membahayakan. Rekomendasikan pemeriksaan terhadap suhu air dengan tangan yang normal.
Rasional : Meningkatkan keamanan pasien dan menurunkan resiko terjadinya trauma.

ee. Hindari kebisingan/stimulasi eksternal yang berlebih sesuai kebutuhan.
Rasional : Menurunkan ansietas dan respons emosi yang berlebihan/kebingungan yang berhubungan dengan sensori berlebiha
n

f  f.  Lakukan validasi terhadap persepsi pasien. Orientasikan kembali pasien secara teratur pada lingkungannya, staf dan tindakan yang akan dilakukan.
Rasional : Membantu klien untuk mengidentifikasi ketidak-konsistenan dari persepsi dan integritas stimulasi dan mungkin menurunkan distorsi persepsi pada realitas.


6.      Kurang perawatan diri sehubungan dengan kerusakan neuromuskuler
penurunan  kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol atau koordinasi otot.
Tujuan: Perawatan diri pasien terpenuhi
Kriteria hasil:
a.       Evaluasi pasien akan mendemonstrasikan teknik/perubahan gaya hidup yang memenuhi kebutuhan perawatan diri.
b.      Melakukan akativitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri, mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas memberikan bantuan sesuai kebutuhan.
Intervensi:
aa.   Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan (dengan menggunakan skala 0-4) untuk melakukan kebutuhan sehari-hari.
            0        = pasien tidak tergantung pada orang lain. 
            1        = pasien butuh sedikit bantuan.
2        = pasien butuh bantuan/pangawasan/bimbingan sederhana.
3        = pasien butuh bantuan/peralatan yang banyak.
4        = pasien sangat tergantung pada pemberian pelayanan.
Rasional : Mambantu dalam mangantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual. 
b. Hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dapat dilakukan pasien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan.
Rasional: Pasien ini mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi, adalah penting bagi pasien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk diri sendiri untuk mempertahankan harga diri dan meningkatkan pemulihan.
c.  Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukan atau keberhasilannya.
Rasional : Meningkatkan perasaan makna diri. Meningkatkan kemandirian, dan mendorong pasien untuk berusaha secara kontinu.
d.  Pertahankan dukungan, sikap yang tegas, beri pasien waktu yang cukup untuk mengerjakan tugasnya.
Rasional : Pasien akan memerlukan empati tapi perlu untuk mengetahui pemberi asuhan yang akan membantu pasien secara konsisten.




Daftar Pustaka
1.      Arif Mutaqqin, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Persarafan, 2008, Salemba
2.      Barbara Hegner, Nursing Assistant, a nursing Process Abroach-Basic , 2009
Cengage Learning.
3.      Diane M. Billing, Lippincott’s Content Review for NCLEX-RN, 2009
4.      Hudak dan Gallo, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Volume 2, 1996, EGC
5.      Joel Stein, Stroke Recovery and Rehabilitation,2008, Demos Medical Publishing
6.      Louis Caplan, Caplan’s Stroke E-Book, A Clinical Approach, 2000, Elsevier Health Sciences.
7.      Lynda Carpenito, Nursing Care Plans & Documentation: Nursing Diagnosis and Collaboratibe Problem, 2008, Lippincott
8.      Marylin E.Doenges, Application of Nursing process and Nursing Diagnosis: An Interactive Text For Diagnostic Reasoning, 2000, FA.Davis
9.      Nancy M. Holloway, Medical Surgical Care Planning, 2004, Lippincott
10.  Rene a. Day, Brunner and Suddarth, Text Book Of Canadian medical Surgical Nursing, 2009,Lippincott
11.  Sheree Comer, Delmar’s Critical Care Plans: Volume 1, 2005, Cengage Learning
12.  Smeltzer & Barre, Keperawatan Medikal-Bedah Buku Saku Dari Brunner and Suddarth, 2000, EGC.