1.1. Definisi
Pengertian Stroke/Gangguan Pembuluh Darah Otak (GPDO)/Cerebro Vascular Disease(CVD)/Cerebro Vascular Accident (CVA) merupakan suatu kondisi kehilangan fungsi otak secara mendadak yang diakibatkan oleh gangguan suplai darah ke bagian otak (Smeltzer and Bare, 2002)
Menurut WHO stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal atau global dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang mengakibatkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dan disebabkan oleh pendarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan karena adanya trauma kapitis melainkan disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah arteri, vena, kapiler. (wijaya,1992)
1.2. Etiologi
Menurut Arif Mutaqin (2008) penyebab dari penyakit ini dibagi menurut jenis stroke, yaitu:
1. Stroke Non Hemoragik, yaitu:
a. Trombosis serebral, terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemik jaringan otak yang dapat menimbulkan odema dan kongesti di sekitarnya. Trombosis ini terjadi pada orangtua yang sedang tidur atau bangun tidur. Beberapa keadaan yang menyebabkan trombosis otak yaitu aterosklerosis hiperkoagulasi pada polisitemia, arteritis dan emboli.
b. Hipoksia umum. Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum seperti hipertensi yang parah, henti jantung paru, curah jantung turun akibat aritmia, dan hipoksia setempat. Penyebab lainnya seperti spasme arteri serebral yang disertai perdarahan sub araknoid, vasokonstriksi arteri otak disertai kepala migren.
2. Stroke Hemoragik
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subaraknoid atau ke dalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan menyebabkan infark, edema dan mungkin herniasi otak.
Brunner dan Suddarth (2000) mengatakan bahwa stroke terjadi oleh beberapa faktor resiko berikut ini:
1. Hipertensi (merupakan resiko utama)
2. Penyakit Kardiovaskuler
3. Kadar hematokrit tinggi
4. DM (peningkatan anterogenesis)
5. Pemakaian kontrasepsi oral
6. Penurunan tekanan darah berlebihan dalam jangka panjang
7. Obesitas, perokok, alkoholisme
8. Kadar estrogen yang tinggi
9. Usia > 35 tahun
10. Penyalahgunaan obat
11. Gangguan aliran darah otak sepintas
12. Hiperkolesterolemia
13. Infeksi
14. Kelainan pembuluh darah otak (karena genetik, infeksi dan ruda paksa)
15. Lansia
16. Penyakit paru menahun
17. Asam urat
1.3. Tanda dan Gejala
Menurut Muttaqin (2008) tanda dan gejala pada stroke berbeda tergantung dari jenis stroke, yaitu:
1. Stroke hemoragik/perdarahan
Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas namun bisa juga terjadi pada saat istirahat. Kesadaran pasien umunya menurun.
Perdarahan otak dibagi 2, yaitu:
a. Perdarahan intraserebral
Pecahnya pembuluh darah terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK) yang terjadi cepat dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intra serebral yang disebabkan karena hipertensi sering dijumpai di putamen, talamus, pons dan serebelum.
b. Perdarahan Sub Araknnoid
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah dari sirkulasi Willis dan cabang-cabangnya yang terdapat di luar parenkim otak. Pecahnya arteri dan keluar ke ruang sub araknoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri dan vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal ( hemiparese, gangguan hemi sensorik, afasia, dan lain-lain). Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatan TIK yang mendadak menyebabkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran.
Perdarahan sub araknoid sering mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncak pada hari ke 5-9 dan dapat menghilang setelah minggu ke 2 sampai minggu ke 5. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan ke dalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang sub araknoid. Dari uraian diatas dibuat tabel sebagai berikut:
Tabel 1. Perbedaan perdarahan Intra
Serebral (PIS) dan Perdarahan Sub Arachnoid (PSA)
Gejala
|
PIS
|
PSA
|
Timbulnya
Nyeri
Kepala
Kesadaran
Kejang
Tanda rangsangan meningeal
Hemiparese
Gangguan saraf otak
|
Dalam 1
jam
Hebat
Menurun
Umum
+/-
++
+
|
1-2 menit
Sangat
hebat
Menurun
sementara
Sering
fokal
+++
+/-
+++
|
Hudak dan Gallo (1996) mengatakan jika dilihat dari bagian hemisfer yang terkena maka tanda dan gejala yang terkena dapat berupa:
1. Stroke hemisfer kanan
a. Hemiparese atau hemiplegi sebelah kiri tubuh
b. Penilaian buruk
c. Kelainan bidang visual kiri
d. Memperlihatkan ketidaksadaran defisit pada bagian yang sakit oleh karenanya mempunyai kerentanan
untuk jatuh dan cidera lain
2. Stroke hemisfer kiri
a. Mengalami hemiparese atau hemiplegi kanan
b. Perilaku lambat dan sangat hati-hati
c. Kelainan bidang pandang sebelah kanan
d. Disfagia global
e. Afasia
f. Mudah frustasi
1.4. Patofisiologi
Perdarahan
intraserebral biasanya tImbul karena pecahnya mikroaneurisma (Berry aneurism) akibat hipertensi
maligna. Hal ini paling sering terjadi di daerah subkortika, serebelum dan
batang otak. Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteri berdiameter 100-400
mikrometer mengalami perubahan patologi pada dinding pembuluh darah tersebut
berupa lipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe
Bouchard. Pada kebanyakan pasien, peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba
menyebabkan rupturnya penetrating arteri yang kecil. Keluarnya darah dari
pembuluh darah kecil membuat efek penekanan pada arteriole dan pembuluh kapiler
yang akhirnya membuat pembuluh ini pecah juga. Hal ini mengakibatkan volume
perdarahan semakin besar. (Caplan. 2000)
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar
serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan
neuron-neuron yang terkena darah dan sekitarnya lebih tertekan lagi. Gejala neurologik
timbul karena ekstravasasi darah ke jaringan otak yang menyebabkan nekrosis.
Comer (2005) mengatakan perdarahan
subarachnoid (PSA) terjadi akibat
pembuluh darah disekitar permukaan otak pecah, sehingga terjadi ekstravasasi
darah ke ruang subaraknoid. Perdarahan subaraknoid umumnya disebabkan oleh
rupturnya aneurisma sakular atau perdarahan dari intravenous malformation
(AVM).
1.5. Diagnostik tes
Hudak
dan Gallo (1994) , Brunner and
Suddarth (2000) mengatakan bahwa diagnosis stroke dapat
ditegakkan berdasarkan riwayat dan keluhan utama pasien. Beberapa gejala/tanda
yang mengarah kepada diagnose stroke antara lain: hemiparesis, gangguan
sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak, diplopia, vertigo,
afasia, disfagia, disatria, ataksia, kejang atau penurunan kesadaran yang
keseluruhannya terjadi mendadak. Jonathan (2009) mengatakan pemeriksaan penunjang dilakukan untuk
mendukung diagnosis stroke dan menyingkirkan diagnosis bandingnya, yaitu
sebagai berikut:
1.
Laboratorium
Pemeriksaan
laboratorium pada penderita stroke adalah hitung darah lengkap, profil
pembekuan darah, kadar elektrolit dan kadar serum glukosa.
2.
CT scan non
kontras
Pemeriksaan
pencitraan juga diperlukan dalam diagnosis. Pencitraan otak adalah langkah penting dalam evaluasi pasien
dan harus didapatkan dalam basis kedaruratan. Pemeriksaan ini dapat digunakan
untuk membedakan stroke hemoragik dari stroke iskemik. CT scan non kontras
dapat mengidentifikasi secara virtual hematoma yang berdiameter lebih dari 1
cm.
3. MRI
MRI telah terbukti dapat mengidentifikasi stroke
lebih cepat dan lebih akurat daripada CT scan, terutama stroke iskemik. MRI
dapat mengidentifikasi malformasi vascular yang mendasari atau lesi yang
menyebabkan perdarahan.
4.EKG
EKG dilakukan
untuk memonitor aktivitas jantung. Disritmia jantung dan iskemik miokard
memiliki kelainan yang signifikan dengan stroke.
1.6. Penatalaksanaan Medis
Secara umum Hudak dan Gallo (2000) mengatakan bahwa penatalaksanaan pada pasien stroke adalah:
1. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan dapat dimobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil
2. Bebaskan jalan napas dan pertahankan ventilasi yang adekuat , bila diperlukan oksigenisasi sesuai kebutuhan
3. Pantau tanda vital dan usahakan stabil
4. Istirahat di tempat tidur
5. Koreksi adanya hiperglikemi dan hipoglikemi
6. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
7. Kandung kemih yang penuh dikosongkan kalau perlu dikateterisasi
8. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid, hindari penggunaan glukosa murni atau hipotonik
9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction yang berlebih yang dapat meningkatkan TIK
10. Nutrisi peroral diberikan hanya bila fungsi menelan baik. Jika kesadaran menurun atau kesulitan menelan sebaikanya dipasang NGT
11. Penatalaksanaan spesifik berupa mengobati penyebab, pemberian neuroprotektan, tindakan pembedahan, menurunkan TIK yang meninggi.
Terapi khusus:
1. Pemberian neuroprotektan
a. Piracetam: menstabilkan membran sel neuron, cara kerja dengan menaikkan cAMP ATP dan meningkatkan sintesis glikogen
b. Nimodipin: golongan ca bloker yang merintangi masuknya Ca 2+ ke dalam sel.
c. Citicholin: mencegah kerusakan sel-sel otak, cara kerja dengan menurunkan free fatty acid, menurunkan generasi radikal bebas dan biosintesa lesitin.
d. Osmoterapi: menurunkan TIK dengan menurunkan volume cairan serebrospinal
2. Tindakan pembedahan
Tindakan
ini bertujuan untuk menghentikan perdarahan dan sebisa mungkin untuk
mengeluarkan darah yang terperangkap didalam. Dengan tindakan ini diharapkan
dapat menghilangkan efek penekanan terhadap jaringan otak yang masih sehat
1.7. Fokus Pengkajian
Hudak & Gallo (1996)
mengatakan bahwa pengkajian neurologis dimulai saat pertemuan pertama.
Percakapan dengan pasien dan keluarga adalah sumber yang amat penting dari data
yang dibutuhkan untuk mengevaluasi fungsi secara keseluruhan. Yang harus dikaji
adalah riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik:
A. Riwayat Kesehatan
Muttaqin
(2008) mengatakan bahwa pengkajian pada stroke meliputi:
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi
pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku
bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnosa medis.
2. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota
gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
3. Riwayat
penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali
berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas.
Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar,
disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
4. Riwayat
penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes
militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang
lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, kegemukan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang
menderita hipertensi ataupun diabetes militus.
6. Riwayat
psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang
sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat
mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi
stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
7. Pola-pola
fungsi kesehatan
a. Pola persepsi
dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok,
penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral.
b. Pola nutrisi
dan metabolisme
Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu
makan menurun, mual muntah pada fase akut.
c. Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urine
dan pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik
usus.
d. Pola aktivitas dan latihan
Adanya kesukaran untuk beraktivitas
karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah
e. Pola tidur dan
istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran
untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot
f. Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran
karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
g. Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada
harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
h. Pola sensori
dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami
gangguan penglihatan/kekaburan pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka
dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan
memori dan proses berpikir.
i.
Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah
seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti
hipertensi, antagonis histamin.
j.
Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan
untuk memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan
berkomunikasi.
k. Pola tata nilai
dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah
karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu
sisi tubuh.
B. Pemeriksaan fisik
1.
Tingkat kesadaran
Hudak
dan Gallo (1996:160) mengatakan bahwa kualitas kesadaran pasien merupakan
parameter yang paling mendasar dan parameter yang paling penting yang
membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan pasien dan respon terhadap
lingkungan adalah indicator paling sensitive untuk disfungsi system persarafan.
Beberapa system digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam keawasan dan
keterjagaan seperti table dibawah ini.
Tabel 3. Metoda Tingkat
Responsivitas
Terjaga : Normal
Sadar: dapat tidur lebih dari
biasanya atau sedikit bingung saat
pertamakali terjaga
Letargi: mengantuk tetapi dapat mengikuti
perintah sederhana ketika dirangsang
Stupor: Sangat sulit untuk dibangunkan,
tidak konsisten dapat mengikuti perintah sederhana atau berbicara satu kata
atau frase pendek
Semikomatosa: gerak bertujuan ketika
dirangsang; tidak mengikuti perintah atau berbicara koheren
Koma: dapat berespon dengan postur
secara reflek ketika distimulasi atau tidak berespon ketika distimulus.
|
Pada keadaan perawatan sesungguhnya dimana waktu
untuk mengumpulkan data sangat terbatas, Skala koma Glasgow dapat memberikan
jalan pintas yang sangat berguna.
Tabel
4. Skala Koma Glasgow
Respon membuka mata
|
Nilai
|
Spontan
Terhadap bicara
Terhadap nyeri
Tidak ada respon
|
4
3
2
1
|
Respon Verbal
|
Nilai
|
Terorientasi
Percakapan yang membingungkan
Penggunaan kata-kata yang tidak sesuai
Suara menggumam
Tidak ada respon
|
5
4
3
2
1
|
Respon motorik
|
Nilai
|
Mengikuti perintah
Menunjuk tempat rangsangan
Menghindar dari stimulus
Fleksi abnormal (dekortikasi)
Ekstensi abnormal (deserebrasi)
Tidak ada respon
|
6
5
4
3
2
1
|
2.Gerakan,
Kekuatan dan koordinasi
Kelemahan otot merupakan tanda
penting gangguan fungsi pada beberapa gangguan neurologis. Perawat dapat
menilai kekuatan ekstremitas dengan memberikan tahanan pada berbagai otot,
dengan menggunakan otot perawat sendiri
atau menggunakan gaya gravitasi. Hemiparese dan hemiplegia dalah gangguan
fungsi unilateral yang diakibatkan oleh lesi kontralateral pada traktus
kortikospinal.
Tabel 5. Skala peringkat untuk
kekuatan otot
0= Tidak
ada kontraksi otot
1= Ada
tanda dari kontraksi
2= Bergerak
tapi tak mampu menahan gaya gravitasi
3=
Bergerak melawan gaya gravitasi tetapi tidak dapat melawan tahanan otot
Pemeriksa
4=
Bergerak dengan lemah terhadap tahanan dari otot pemeriksa
5=
Kekuatan dan regangan yang normal.
|
1. Reflek
Reflek
terjadi jika stimulasi sensori menimbulkan respon motorik. Kontrol serebri dan kesadaran tidak dibutuhkan untuk
terjadinya reflek. Reflek superficial dan reflek dalam dinilai pada sisi yang
simetris dari tubuh dan dibandingkan dengan menunjuk pada kekuatan yang
ditimbulkannya. Sebagai contoh adalah reflek plantar. Stimulus sensori
diberikan dengan rabaan cepat pada pinggir luar telapak kaki dan menyilang dari
tumit kaki dengan menggunakan benda tumpul seperti kunci atau spatel lidah.
Respon motorik yang normal adalah ke bawah atau fleksi plantar jari-jari kaki.
Respon abnormal(babinski) adalah ibu jari dorso fleksi atau gerakan ke atas ibu
jari dengan atau tanpa melibatkan jari-jari kaki yang lain.
2.
Perubahan pupil
Pupil
harus dapat dinilai ukuran dan bentuknya (sebaiknya dibuat dalam millimeter).
Suruh pasien berfokus pada titik yang
jauh dalam ruangan. Pemeriksa harus meletakkan ujung jari dari salah satu
tangannya sejajar dengan hidung pasien. Arahkan cahaya yang terang ke dalam
salah satu mata dan perhatikan adanya
konstriksi pupil yang cepat (respon langsung). Perhatikan bahwa pupil yang lain
juga harus ikut konstriksi (respon konsensual). Anisokor (pupil yang tidak
sama) dapat normal pada populasi yang presentasinya kecil atau mungkin menjadi
indikasi adanya disfungsi neural.
3.
Tanda-tanda vital
Tanda-tanda
klasik dari peningkatan tekanan intra cranial
meliputi kenaikan tekanan sistolik dalam hubungan dengan tekanan nadi
yang membesar, nadi lemah atau lambat dan pernapasan tidak teratur.
4.
Saraf Kranial
I = Olfaktorius, saraf cranial I
berisi serabut sensorik untuk indera penghidu. Mata pasien terpejam dan
letakkan bahan-bahan aromatic dekat hidung untuk diidentifikasi.
II=Optikus, Akuitas visual kasar
dinilai dengan menyuruh pasien membaca tulisan cetak. Kebutuhan akan kacamata
sebelum pasien sakit harus diperhatikan.
III= Okulomotoris, IV= Troklear, VI=
Abdusen. Saraf cranial ini dinilai secara bersamaan karena ketiganya
mempersarafi otot ekstraokular. Saraf ini dinilai dengan menyuruh pasien untuk
mengikuti gerakan jari pemeriksa ke segala arah.
V= Trigeminal. Saraf trigeminal
mempunyai 3 bagian: optalmikus,
maksilaris, dan madibularis. Bagian sensori dari saraf ini mengontrol sensori
pada wajah dan kornea. Bagian motorik mengontrol otot mengunyah. Saraf ini secara
parsial dinilai dengan menilai reflak kornea; jika itu baik pasien akan
berkedip ketika kornea diusap kapas secara halus. Kemampuan untuk mengunyah dan
mengatup rahang harus diamati.
VII= Fasial.Bagian sensori saraf ini
berkenaan dengan pengecapan pada dua pertiga anterior lidah. Bagian motorik
dari saraf ini mengontrol otot ekspresi wajah. Tipe yang paling umum dari
paralisis fasial perifer adalah bell’s palsi.
VIII= Akustikus. Saraf ini dibagi
menjdi cabang-cabang koklearis dan vestibular, yang secara berurutan mengontrol
pendengaran dan keseimbangan. Saraf koklearis diperiksa dengan konduksi tulang
dan udara. Saraf vestibular mungkin tidak diperiksa secara rutin namun perawat
harus waspada, terhadap keluhan pusing atau vertigo dari pasien.
IX= Glosofaringeal; X= Vagus. Saraf
cranial ini biasanya dinilai bersama-sama. Saraf Glosofaringeus mempersarafi
serabut sensori pada sepertiga lidah bagian posterior juga uvula dan
langit-langit lunak.Saraf vagus mempersarafi
laring, faring dan langit-langit lunak serta
memperlihatkan respon otonom pada jantung, lambung, paru-paru dan usus
halus. Ketidak mampuan untuk batuk yang kuat, kesulitan menelan dan suara serak
dapat merupakan pertanda adanya kerusakan saraf ini.
XI= Asesoris spinal. Saraf ini
mengontrol otot-otot sternokliedomostoid dan otot trapesius. Pemeriksa menilai
saraf ini dengan menyuruh pasien mengangkat bahu atau memutar kepala dari satu
sisi ke sisi lain terhadap tahanan.
XII= Hipoglosus. Saraf ini
mengontrol gerakan lidah. Saraf ini dinilai dengan menyuruh pasien menjulurkan
lidah. Nilai adanya deviasi garis tengah, tremor dan atropi. Jika ada deviasi
sekunder terhadap kerusakan saraf, maka akan mengarah pada sisi yang terjadi
lesi.
1.8. Intervensi Keperawatan
Menurut
Doenges (2000) menjelaskan bahwa teori dari Abraham Maslow, meletakkan
kebutuhan fisiologis sebagai kebutuhan yang paling dasar, rasa aman, mencintai
dan dicintai, harga diri dan aktualisasi diri. Berikut ini disajikan rencana
keperawatan berdasarkan masing-masing diagnosa yaitu sebagai berikut:
1.
Tidak efektifnya
bersihan jalan napas b/d akumulasi sputum akibat penurunan tingkat kesadaran,
penurunan kemampuan batuk,
ketidakmampuan mengeluarkan sekret (Hudak dan Gallo, 1996: 210)
Tujuan:
Patensi jalan napas dapat dipertahankan
Kriteria
hasil: Frekuensi pernapasan normal
(16-20x/m), sputum dapat keluar
Intervensi:
a a. Monitor
frekuensi dan kedalaman pernapasan.
Rasional
: Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal (umumnya mengikuti
cedera otak) atau menandakan lokasi/luasnya keterlibatan otak.
Pernapasan lambat, periode apnea dapat menandakan perlunya ventilasi
mekanik. Peningkatan frekuensi pernafasan mengindikasikan kesulitan dalam
pengiriman oksigen, dan penurunan
frekuensi
pernapasan mengidikasikan tanda akan terjadi kegagalan nafas (Meyer, 2004)
b. Monitor kemampuan gag reflex/ kemampuan menelan
Rasional: Kemampuan mobilisasi atau membersihkan sekresi penting untuk pemeliharaan
jalan napas. Kehilangan reflek menelan atau batuk menandakan perlunya jalan
napas buatan atau intubasi. Jalan
nasofarigeal lunak mungkin
disarankan untuk mencegah stimulasi gag reflex, dibandingkan dengan
jalan napas yang keras melalui orofaring yang dapat menyebabkan proses
batuk berlebih yang dapat meningkatkan tekanan intrakranial (Comer, 2005:128)
c. c. Tinggikan
kepala tempat tidur/ posisi fowler
Rasional
: Posisi fowler/semi fowler memfasilitasi diafragma untuk mengembang dan
mengempis, sehingga ekspansi paru atau ventilasi paru dan menurunkan
kemungkinan lidah jatuh yang dapat
menyumbat jalan napas. (Capernito, 2008)
d. d. Ajarkan pasien napas efektif dalam jika pasien
sadar.
Rasional
: Membantu ekspansi paru supaya tidak terjadi atelektasis dan mengeluarkan sputum.
e. e.Lakukan
suction dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10-15 detik. Catat warna dan
kekeruhan dari secret.
Rasional
: Suction dibutuhkan jika pasien koma atau keadaan imobilisasi dan tidak dapat
membersihkan jalan napas sendiri. Penghisapan pada trakea yang lebih dalam
harus dilakukan dengan hati-hati karena hal tersebut dapat
menyebabkan atau meningkatkan hipoksia yang dapat menimbulkan
vasokontriksi sehingga suplai oksigen ke serebral akan mengalami gangguan (Meyer, 2008)
f. f. Auskultasi suara paru, perhatikan daerah
hipoventilasi dan adanya suara- suara tambahan yang tidak
normal (seperti; ronchi, wheezing dll).
Rasional
: Untuk emngidentifikasi adanya masalah paru seperti atelektasis, kongesti, atau
obstruksi jala napas yang membahayakan oksigenasi serebral dan atau
menunjukkan tanda adanya infeksi paru (merupakan komplikasi dari pasien
yang imobilisasi lama).
g. g. Kaji tanda-tanda sianosis tiap 4 jam (atau
sesuai kondisi pasien).
Rasional
: cicumoral cyanosis atau cyanosis pada ujung-ujung jari atau pada ujung hidung
mengindikasikan hipoksia akibat kekurangan oksigen di jaringan perifer
2.
Gangguan perfusi jaringan otak yang
berhubungan dengan perdarahan intraserebral ( Brunner dan Suddarth,
2009)
Tujuan: Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara maksimal
Kriteria hasil:
Tingkat
kesadaran komposmentis
Tidak ada
tanda-tanda peningkatan tekanan Intrakranial
Tanda vital stabil dalam batas
normal (BP: 90/60-140/90 mmHg, HR 60-100x/m)
Tidak ada
tanda deficit neurologis dan perburukan
Intervensi :
a.
Tentukan faktor penyebab penurunan
perfusi serebral dan tanda peningkatan TIK
Rasional: mempengaruhi
penetapan intervensi kerusakan/kemunduran tanda/gejala neurologi atau
kegagalan memperbaiki setelah fase awalmemerlukan tindakan pembedahan atau pasien
dipindahkan ke ruang ICU.
b.
Tinggikan posisi kepala tempat tidur
30 derajat
Rasional: menurunkan tekanan arteri
dan meningkatkan drainase serta meningkatkan sirkulasi/ perfusi serebral. Untuk
mencegah peningkatan tekanan intrakranial.
c.
Monitor status neurologis (tingkat kesadaran, reflek patologis dan
fisiologis, pupil) secara berkala dan bandingkan dengan nilai normal.
Rasional: mengetahui kecenderungan
penurunan kesadaran dan
potensial peningkatan TIK dan mengetahui
luas serta lokasi dan kerusakan SSP. (Carpenito,2005)
d.
Monitor tanda-tanda vital
Rasional: Adanya
penyumbatan pada arteri subklavikula
dapat
dinyatakan dengan adanya perbedaan tekanan
darah pada kedua lengan. Frekuensi dan
irama jantung. Kemungkinan adanya bradikardi sebagai akibat adanya kerusakan
otak. Ketidakteraturan pernapasan memberikan gambaran lokasi kerusakan serebral.
e.
Pertahankan suhu tubuh tetap
normal
Rasional: peningkatan suhu tubuh dapat
meningkatkan metabolisme
tubuh sehingga kebutuhan oksigen
tubuh meningkat. Hal ini dapat
memperburuk gangguan serebral.
f.
Catat perubahan dalam
penglihatan, seperti adanya kebutaan, penurunan lapang pandang bila pasien
telah sadar.
Rasional:
Gangguan penglihatan yang spesifik mencerminkan daerah
otak yang
terkena, mengindikasikan keamanan yang harus mendapat
perhatian
Dan mempengaruhi intervensi yang akan dilakukan. Pengkajian persepsi
ini penting dilakukan, karena stroke dapat mengakibatkan disfungsi persepsi
visual dan kehilangan sensori. Homonimus hemianopsia (kehilangan setengah lapang
pandang) sisi yang terkena sama dengan sisi yang mengalami paralysis.
g.
Kolaborasi
1).
Berikan oksigen
Rasional: Meningkatkan
konsentrasi oksigen alveolar, yang dapat
menurunkan
hipoksia, dapat menyebabkan vasodilatasi serebral
sehingga
kebutuhan serebral akan oksigen terpenuhi
2).
Obat
Stimulator otak/neuroprotektor
Rasional : meningkatkan
nutrisi sel otak sehingga dapat menstimulasi
kerja otak.
3).
Obat
antihipertensi
Rasional :
Captopril merupakan golongan anti hipertensi penghambat
enzim konversi
angiotensin (ACE). Penghambat ACE mengurangi pembentukan angiotensin
II sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron yang
menyebabkan terjadinya ekskresi natrium dan air, serta retensi
kalium. Akibatnya terjadi penurunan tekanan darah.
4) Obat laxative (pelunak feses)
Rasional
: mencegah proses mengejan selama defekasi yang dapat menimbulkan terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial. Obat ini memberikan efek langsung pada mukosa
usus dan menstimulasi peristaltik, hal ini akan meningkatkan sekresi air dan
elektrolit menurunkan faktor penyebab, resiko perluasan kerusakan jaringan dan menurunkan TIK . (Stein, 2008:510)
5).
Obat
anti piretik
Rasional : Contohnya adalah Paracetamol
yang merupakan
obat antiinflamasi non steroid,
golongan
diflunizal. Saat demam tubuh melepaskan zat pirogen endogen atau sitokin
seperti interleukin 1 yang
memacu pengeluaran prostaglandin
di daerah preoptik hipotalamus. Paracetamol ini akan dapat menekan efek zat
pirogen endogen dengan menghambat sintesis prostaglandin. (Aronson, 2009).
Intervensi ini berlandaskan pada teori keperawatan dimana kesembuhan pasien itu
berdasarkan adanya kerjasama
yang sinergis antara keperawatan dan tim kesehatan lain diantaranya adalah perawat, dokter dan tim kesehatan yang lain.
3.
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, paralysis (Diane, 2009)
Tujuan: Mempertahankan posisi tubuh optimal
Kriteria
hasil: tak ada kontraktur atau footdrop
Intervensi:
a.
a. Kaji kemampuan
secara fungsional/ luasnya kerusakan awal
dengan cara yang
teratur. Klasifikasikan menurut skala 0-4
Rasional:
mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat memberikan informasi mengenai
pemulihan. Bantu dalam pemilihan terhadap intervensi, sebab tehnik yang berbeda
digunakan untuk paralisis spastic dengan flaksid.
b.
b. Ubah posisi
(terlentang, miring) minimal setiap 2 jam
Rasional: Menurunkan risiko terjadinya iskemik jaringan
yang dapat menimbulkan dekubitus.
c.
c.Letakkan pada
posisi telungkup 1-2 kali sehari bila pasien dapat mentoleransinya
Rasional: membantu mempertahankan ekstensi pinggul
fungsional
d. d. Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan
pasif pada semua ekstremitas . Anjurkan melakukan latihan seperti quadrisep/
gluteal, meremas bola karet, melebarkan jari-jari kaki.
Rasional: meminimalkan otot atropi, melancarkan
sirkulasi,membantu mencegah kontraktur. Catatan: stimulasi yang berulang dapat menjadi pencetus
perdarahan berulang. (American Stroke Association, 2001)
e.
e. Sokong
ekstremitas dalam posisi fungsionalnya, gunakan papan kaki (foot board) selama
periode paralisis flaksid. Pertahankan posisi kepala netral.
Rasional:
mencegah kontraktur/ footdrop dan memfasilitasi kegunaannya jika berfungsi
kembali.
f. f.
Gunakan
penyangga lengan ketika pasien berada dalam posisi tegak
Rasional:
selama periode paralisis flaksid dapat ,menurunkan ‘subluksasio’ lengan dan
sindrom bahu-lengan
g.
g. Evaluasi
penggunaan alat bantu untuk pengaturan posisi
Rasional:
Kontraktur fleksi dapat terjadi Karena otot fleksor lebih kuat dibandingkan otot ekstrensor
h.
h. Tempatkan bantal
dibawah aksila untuk melakukan abduksi pada tangan
Rasional:
mencegah adduksi bahu dan fleksi siku.
i.
i. Tinggikan tangan
dan kepala
Rasional:
meningkatkan aliran balik vena dan membantu mencegah terbentuknya edema
4.
Kerusakan komunikasi
verbal berhubungan dengan kerusakan sirulasi serebral, kerusakan
neuromuskuler, kehilangan tonus otot fasia/oral. (Comer, 2005)
Tujuan:
Pasien akan dapat berkomunikasi dengan perawat dan keluarga.
Kriteria hasil:
a. Pasien akan mengidentifikasi
pemahaman tentang masalah komunikasi
b. Membuat
metode komunikasi dimana kebutuhan dapat diekspresikan
c. Menggunakan sumber-sumber dengan tepat.
Intervensi:
a. Kaji derajat disfungsi, seperti klien
mengalami kesulitan berbicara atau membuat
pengertian sendiri.
Rasional : Membantu menentukan daerah
atau derajat kerusakan serebral yang terjadi dan kesulitan pasien dalam
beberapa atau seluruh tahap proses komunikasi.
b. Perhatikan kesalahan dalam komunikasi
dan berikan umpan balik.
Rasional : Pasien mungkin kehilangan kemampuan untuk memantau ucapan yang
keluar dan tidak menyadari bahwa komunikasi yang diucapkan tidak nyata. Umpan
balik membantu pasien merealisasikan kenapa pemberi asuhan tidak mengerti atau
berespon sesuai dan memberikan kesempatan untuk mengklarifikasi isi atau makna
yang terkandung.
a. c. Tunjukkan
objek dan minta klien untuk menunjukkan nama dari objek tersebut.
Rasional : Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik (afasia
motorik) seperti pasien mungkin mengenalinya tetapi tidak dapat menyebutkannya.
b.
d. Minta klien untuk menggucapkan suara sederhana
seperti “Sh” atau “Pus”.
Rasional : Mengidentifikasi adanya disartria sesuai komponen motorik dari
bicara (seperti : lidah, gerakan bibir, kontrol nafas) yang dapat mempengaruhi
artikulasi.
c.
e. Minta klien untuk menulis
nama atau kalimat pendek.
Rasional
: Menilai kemampuan menulis (agrafia) dan kekurangan dalam membaca yang benar
(aleksia) yang juga merupakan bagian dari afasia sensori dan afasia motorik.
d.
f. Bicara dengan nada
normal dan hindari percakapan yang cepat. Berikan pasien jarak waktu untuk
merespons. Bicaralah tanpa tekanan pada sebuah respons.
Rasional
: Perawat tidak perlu merusak pendengaran dan meninggikan suara dapat
menimbulkan pasien marah. Mefokuskan respons dapat mengakibatkan frustasi dan
mungkin menyebabkan pasien terpaksa untuk bicara otomatis seperti :
memutarbalikkan kata.
e. g. Anjurkan
kepada orang terdekat untuk tetap memelihara komunikasi
dengan
klien.
Rasional
: Mengurangi isolasi sosial pasien dan meningkatkan penciptaan komunikasi yang
efektif.
5.
Perubahan persepsi
sensori berhubungan dengan perubahan persepsi sensori, trasmisi,
integrasi (trauma neurologis).
( Comer, 2005)
Tujuan:
Persepsi dan kesadaran pada lingkungan dapat dipertahankan
Kriteria hasil:
aa.
Evaluasi
pasien akan mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi perceptual.
bb.
Mengakui
perubahan dalam kemampuan dan adanya keterbatasan residual.
cc.
Mendemonstrasikan perilaku untuk mengkompensasikan
terhadap hasil.
Intervensi :
aa. Kaji kesadaran sensorik
seperti membedakan panas/dingin, tajam/tumpul.
Rasional : Penurunan kesadaran terhadap sensorik
dan kerusakan perasaan kinetik
berpengaruh buruk terhadap keseimbangan/posisi tubuh dan kesesuaian
dari gerakan yang menggangu ambulasi, meningkatkan resiko terjadinya trauma.
bb. Dekati pasien dari
daerah penglihatan yang normal. Biarkan lampu menyala, letakkan banda
dalam jangkauan lapang penglihatan yang normal. Tutup mata yang sakit
jika perlu.
Rasional
: Pemberian pengenalan terhadap adanya orang/benda dapat membantu masalah
persepsi, mencegah pasien dari terkejut. Penutupan mata mungkin dapat
menurunkan kebingungan karena adanya pandangan ganda.
c.Ciptakan lingkungan yang sederhana,
pindahkan perabotan yang membahayakan.
Rasional : Menurunkan/membatasi jumlah stimulasi penglihatan yang mungkin dapat
menimbulkan kebingungan terhadap interprestasi lingkungan, menurunkan resiko
terjadinya kecelakaan
d. Lindungi pasien dari suhu yang berlebih, kaji
adanya lingkungan yang
membahayakan.
Rekomendasikan pemeriksaan terhadap suhu air dengan tangan yang normal.
Rasional
: Meningkatkan keamanan pasien dan menurunkan resiko terjadinya trauma.
ee. Hindari
kebisingan/stimulasi eksternal yang berlebih sesuai kebutuhan.
Rasional : Menurunkan ansietas dan respons emosi yang berlebihan/kebingungan
yang berhubungan dengan sensori berlebihan
f f. Lakukan validasi
terhadap persepsi pasien. Orientasikan kembali pasien secara teratur pada
lingkungannya, staf dan tindakan yang akan dilakukan.
Rasional :
Membantu klien untuk mengidentifikasi ketidak-konsistenan dari persepsi dan integritas
stimulasi dan mungkin menurunkan distorsi persepsi pada realitas.
6. Kurang
perawatan diri sehubungan
dengan kerusakan neuromuskuler
penurunan kekuatan
dan ketahanan, kehilangan kontrol atau koordinasi otot.
Tujuan:
Perawatan diri pasien terpenuhi
Kriteria hasil:
a.
Evaluasi
pasien akan mendemonstrasikan teknik/perubahan gaya hidup yang memenuhi
kebutuhan perawatan diri.
b. Melakukan akativitas
perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri, mengidentifikasi sumber
pribadi/komunitas memberikan bantuan sesuai kebutuhan.
Intervensi:
aa. Kaji
kemampuan dan tingkat kekurangan (dengan menggunakan skala 0-4) untuk melakukan
kebutuhan sehari-hari.
0
= pasien tidak
tergantung pada orang lain.
1 = pasien butuh sedikit
bantuan.
2
= pasien butuh
bantuan/pangawasan/bimbingan sederhana.
3
= pasien butuh
bantuan/peralatan yang banyak.
4
= pasien sangat tergantung
pada pemberian pelayanan.
Rasional
: Mambantu dalam mangantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara
individual.
b. Hindari melakukan sesuatu untuk
pasien yang dapat dilakukan pasien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai
kebutuhan.
Rasional:
Pasien ini mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun
bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi, adalah penting bagi
pasien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk diri sendiri untuk mempertahankan
harga diri dan meningkatkan pemulihan.
c.
Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukan atau keberhasilannya.
Rasional
: Meningkatkan perasaan makna diri. Meningkatkan kemandirian, dan mendorong
pasien untuk berusaha secara kontinu.
d.
Pertahankan dukungan, sikap yang tegas, beri pasien waktu yang cukup
untuk mengerjakan tugasnya.
Rasional
: Pasien akan memerlukan empati tapi perlu untuk mengetahui pemberi asuhan yang
akan membantu pasien secara konsisten.
Daftar Pustaka
1. Arif
Mutaqqin, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Persarafan, 2008,
Salemba
2. Barbara
Hegner, Nursing Assistant, a nursing Process Abroach-Basic , 2009
Cengage Learning.
3. Diane
M. Billing, Lippincott’s Content Review for NCLEX-RN, 2009
4. Hudak
dan Gallo, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Volume 2, 1996, EGC
5. Joel
Stein, Stroke Recovery and Rehabilitation,2008, Demos Medical Publishing
6. Louis
Caplan, Caplan’s Stroke E-Book, A Clinical Approach, 2000, Elsevier Health
Sciences.
7. Lynda
Carpenito, Nursing Care Plans & Documentation: Nursing Diagnosis and
Collaboratibe Problem, 2008, Lippincott
8. Marylin
E.Doenges, Application of Nursing process and Nursing Diagnosis: An Interactive
Text For Diagnostic Reasoning, 2000, FA.Davis
9. Nancy
M. Holloway, Medical Surgical Care Planning, 2004, Lippincott
10. Rene
a. Day, Brunner and Suddarth, Text Book Of Canadian medical Surgical Nursing, 2009,Lippincott
11. Sheree
Comer, Delmar’s Critical Care Plans: Volume 1, 2005, Cengage Learning
12. Smeltzer
& Barre, Keperawatan Medikal-Bedah Buku Saku Dari Brunner and Suddarth,
2000, EGC.